Monday 5 November 2018

05 November 2018


Oke, ini pertama kalinya gw nulis keseharian gw di blog


Pagi ini cerah (dan karena hari Senin, gw benci itu. Siapa yang senang dengan Senin yang cerah?)


Dan gw lupa bawa topi


Tolol nggak? :v


Tapi untung aja gk upacara, karena semalem hujan. Walau cuaca cerah tapi lapangannya masih becek (kan upacara pake lapangan balaraja yang pake rumput itu, yang kalau becek akan membuat sepatu putih kesayangan lu menjadi phobia terhadap tanah)

Jam pertama tadi bahasa Jepang, dan jujur gw gk terlalu nyimak. Di kelas banyak yang gk masuk karena kemarinnya kita sekelas habis foto Buku Tahunan Siswa di tangerang (naik kereta pagi2 sampe ke pondok ranji, baru nyampe rumah pas maghrib), jadi mungkin pada kecapekan (mager) dan izin sakit (tau gitu gw juga anj*ng :v)

Kemudian di lanjut ke pelajaran Bahasa Inggris, gw juga gk terlalu inget ngapain tadi (lemah banget ingetan gw :v), kemudian jam istirahat gw ke perpus. Oh iya gw puasa hari ini, soalnya sehari sebelum tilem (bulan mati) bagi umat Hindu, jadi untuk hari ini gw Anti Kantin Kantin Klub.

Di lanjut ama kimia, yang seperti biasa kelas gw yang terkenal dengan kepasifannya yang sudah menyebar ke 3 dunia, hanya diam memandang Pak Ion yang juga pasif. Nah loh? Kebayang nggak :v

Kemudian istirahat kedua gw ke perpus lagi (kayak anak rajin padahal mah gw tidur :v juga buat menghindari temen sekelas gw yang sedang bahagia menikmati bekal makan siang mereka). Lanjut ke pelajaran PKN, dan gw lupa hari ini yang kelompok tampil buat drama hukum. Kelompok gw dapet urutan ke-6, dan saat mau giliran kelompok gw, bel ganti pelajaran bunyi (yes!!)

Pelajaran terakhir agama, dan gurunya gk ada, tapi ada tugas. Gw yang nonis gk peduli, dan ngacir lagi ke perpus (dan kali ini gw mencoba membaca sebuah buku karena hp gw lagi di charge), Asyik2 baca tiba-tiba telinga gw berdarah! Bgst lah, kenapa sekarang coba! Tapi untung gk banyak, tapi telinga kiri gw jadi sakit. Ampe pulang masih sakit.

Dan dengan naik angkot yang membuat gw mabuk kayak naik kora-kora, gw nyampe rumah.

Setelah menjalani rutinitas sore gw nyapu dan ngepel rumah (eh, tapi hari ini yg nyapu adek gw, tumben), jam tepat pukul 6 sore, dan gw buka dengan segelas air dingin (mohon jangan ditiru, dan kalo mau niru tolong jangan bawa nama-nama gw)

Keluarga gw beres2 dari sore, soalnya mau pulang kampung. Gw ditinggal soalnya besok sekolah. Ditinggal sendiri.

Sampai sini aja bacotan gw hari ini (kayaknya ada pr tapi gw males ngecek :v)


Monday 25 September 2017

Cara memakai baju

Baju adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Bersama dengan celana, baju berkontribusi dalam menutupi bagian paling rahasia dari umat manusia. Selama berabad-abad, baju telah menemani manusia dalam hal fashion, penampilan, dan lain-lain.

Berikut adalah cara memakai baju:

1. Siapakan baju.

2. Pastikan anda telanjang.

3. Masukkan kepala ke lobang baju paling besar, kemudian keluarkan kepala lewat lobang baju atas tengah.

4. Masukkan kedua tangan, kemudian keluarkan lewat lobang atas sisi kiri dan kanan.

5. Sesuaikan baju senyaman mungkin.

Saturday 4 June 2016

Chapter 24: Yang Sebenarnya




Selamat Siang.
Wah ketemu lagi dengan author gaje bin aneh ini. Gimana sih katanya mau fokus ujian? Karena saya tergoda dengan melanjutkan cerita ini, jadi yah mau gimana lagi *nangis dipojokan*. Baiklah langsung saja 
JRENG JRENG JRENG...!!!

HAPPY READING :D

Ardhika's Pov
6 zombie dibelakang kami semakin mendekat, jaraknya hanya tinggal 7 meter dari kami. Tapi tak ada satupun dari kami yang melakukan gerakan. Semuanya terlalu shock saat melihat ini.
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
Tiba-tiba suara tembakan terdengar. Semua tersadar dari lamunannya, termasuk aku. Kemudian tak lama kemudian seseorang datang dibalik atap bangunan dekat alun-alun. Semua termasuk aku menengok kearah orang itu. Orang yang ternyata sudah melepaskan tembakan ke 6 zombie dibelakang kami memberikan isyarat dengan tubuhnya, menyuruh kami masuk kedalam masjid Al Munawwaroh di alun-alun.
"Ayo kesana" ujar Raihan.
"Tapi..."
"Tidak ada kata tapi, bisa saja orang itu mengetahui apa yang terjadi disini" ujar Fajar memotong ucapan Fitria. Kami semua masuk kedalam alun-alun dan menutup gerbangnya (untung gerbangnya tidak terkunci). Didalam tak ada zombie, kami berlari kearah masjid. Dilihatnya, orang yang menembak tadi juga masuk dengan melompati pagar menuju masjid.
"Ayo masuk" ujar orang itu yang telah mencapai masjid lebih dulu dan membuka pintu masuk. Kami pun masuk kedalam. Kemudian orang itu menutupnya.
"Fyuh, akhirnya" ujar orang itu. Didalam sana ada beberapa tas, makanan instant yang sudah setengah habis, dan seorang cewe-Cewek!
"Assalamualaikum" ujar orang itu. Kami celingak celinguk, sebelum sadar bahwa kami belum mengucapkan salam saat memasuki masjid.
"Waalaikumsalam kakak, gimana keadaannya?" balas cewek itu. Rupanya orang itu adalah kakak cewek ini. Cewek itu kira-kira seumuran denganku, berjilbab, dan dari raut muka dan suaranya sepertinya dia orang baik.
"Saat kesini aku melihat ada bus ditepi jalan, padahal tadi pagi tidak ada. Ternyata milik mereka" ujar orang itu sambil menunjuk kami semua "Dan mereka malah bengong, sampai tidak sadar ada zombie dibelakang mereka" sambungnya sambil tertawa.
"Eehm" orang itu menghentikan tawanya "Kalian pasti menuju kemari karena mendapatkan informasi bahwa tempat ini menjadi lokasi pengungsian kan?" tanya orang itu.
"Oh, i-iya. Tapi kenapa tempat ini malah sepi, apakah informasi yang kami dapat salah atau sesuatu telah terjadi?" jawab Fajar sekaligus bertanya.
"Tidak, tidak salah dan tidak ada sesuatu yang terjadi disini. Tapi sepertinya kalian terlambat kemari" ujar orang itu, yang sontak membuat kami terkejut.
"Ma-maksudnya?" tanya Taufik.
"Rombongan pengungsi telah pergi dari sini sejak kemarin" sahut cewek tadi. Kamipun terkejut bercampur lega, karena keluarga kami baik-baik saja.
"Ta-tapi kemana?" tanya Fitria.
Orang itu malah duduk, sepertinya ingin menjelaskan sesuatu.
"Kalian tahukan, bahwa pemerintah kita telah memberlakukan Darurat Milier semenjak wabah masuk kenegara kita?" ujar orang itu. Kami hanya mengangguk.
"Kemudian pemerintah mengatur titik lokasi pengungsian yang tersebar di 28 provinsi, dan setiap titik dijaga ketat oleh pasukan Kopassus" lanjutnya.
"Tunggu dulu!" seru Raihan tiba-tiba "Bukannya negara kita ada 34 provinsi?" tanya Raihan.
"Kau tahu juga ya?" ujar orang itu "Lokasi pengungsian hanya ada di 28 provinsi karena pulau Kalimantan dan Kepulauan Riau belum terkena wabah" lanjut orang itu, yang membuat kami terkejut.
"Tujuan dari pemerintah itu ialah untuk mengumpulkan warga negara yang selamat dan mengumpulkannya disatu titik"
"Yaitu Kalimantan, benarkan?" tanya Enggar.
"Ya, tapi rencana itu diubah" ujar orang itu.
"Kenapa?" tanya Najwa.
"Itu karena 2 hari yang lalu wabah mematikan masuk kedalam Kalimantan, sehingga pemerintah mengubah rencananya ke Kepulauan Riau" ujar orang itu.
"Jadi maksudmu..." ujar Febri.
"Ya! Semua pengungsi disini sudah diungsikan ke Kepulauan Riau menggunakan kapal laut. Ibukota Indonesia juga dipindahkan ke Tanjung Pinang" ujar orang itu.
Kami semua terdiam, memikirkan apa yang dikatakan oleh orang itu.
"Oh ya karena terlalu bersemangat bercerita jadi aku lupa mengenalkan namaku. Namaku Rizki Dwi Febriansyah, dan ini adikku Anggita Eka Sapitri. Dan aku adalah anggota Kopassus" ujar orang itu. Pantas saja dia punya senapan.
"Dan kalian bisa memanggil dia DF" ujar Anggi, yang langsung dihadiahi pelototan oleh DF.
"Tunggu sebentar" ujarku tiba-tiba "Katanya semua pengungsi disini sudah pergi kemarin, dan bukankah kalian juga pengungsi. Kenapa kalian masih disini?" tanyaku. Semua yang mendengarnya juga baru menyadarinya dan mengarahkan tatapannya ke DF dan Anggi. Sedangkan yang ditatap hanya cengengesan.
"Yah, aku tidak yakin kalian ingin mendengar ini-Eekh!?" ucapan DF terputus saat melihat kami semua sudah mengerumuninya, bahkan Febri, Taufik, Enggar, dan Anggi sudah siap dengan cemilan (Anggi ngapain ikut-ikutan?).
"Oke, beberapa saat sebelum berangkat..."

Flashback

"Semua, cepat naik ke bus yang telah dipersiapkan. Jangan panik jangan berebut dan yang penting JANGAN BERISIK!!!" teriak seorang Kolonel. Sontak semua orang menengok kearah dia sambil berkata dalam hati 'dia yang suruh jangan berisik tapi dia sendiri berisik'.
Sedangkan disisi lain, sepasang muda mudi sedang berciuman....
Oke salah tempat. Disisi satu lagi, seorang anggota Kopassus, DF, sedang gusar sambil memandang adiknya Anggi.
"Apa tak bisa ditahan?" tanya DF.
"Ukh, tak bisa kak. Sudah diujung nih (?)" ujar Anggi dengan raut muka aneh seperti monyet yang kalah taruhan.
"Baiklah, cepat sana BAB-nya" ujar DF. Ternyata Anggi ingin BAB, dan karena sebentar lagi rombongan akan berangkat, jadi DF merasa khawatir takut ketinggalan bus.
Anggi yang mendengar itu dengan kecepatan cahaya (wanjir) langsung menuju ke toilet wanita. DF hanya mendengus kesal, tapi beberapa saat kemudian tiba-tiba perut DF melilit minta dikeluarkan isinya.
"Cih sial, BAB ini mengangguku" DF langsung melesat dengan kecepatan suara menuju toilet pria.

Flashback Off.

"...dan saat kami berdua keluar dari toilet, alun-alun sudah sepi" ujar DF menutup ceritanya sambil menutup muka karena malu.
Sontak kami semua tertawa, bahkan Anggi juga tertawa (nggak nyadar dia yang diketawain). Bahkan Fajar yang sedang minum air mineral langsung tersedak, dan aku yang juga tersedak ludahku sendiri.
"Berhenti tertawa! Kalian kira lucu!" bentak DF, tapi sia-sia saja. Karena tawa kami semua malah tertawa makin keras.
"Oke oke, hahaha" ujar Fajar berusaha menghentikan tawanya "Jadi apa kau mau ikut dengan kami beserta adikmu?" tanya Fajar.
"Kemana?" tanya Anggi telmi.
"Ke titik pengungsian, kepulauan Riau. Kau kan sudah berpengalaman, jadi biar kau saja yang memandu" ujar Fajar kepada DF.
"Oh. Ah Iya! Pemimpin kalian siapa disini?" tanya DF.
"Oh tidak ada...."
"FAJAR!"
Perkataan Fajar terpotong oleh perkataan kami semua.
"Eh!? Sejak kapan!?" tanya Fajar terkejut.
"Sejak dulu, kan memang kau pemimpinnya" ujarku.
"Ya, kau sangat cocok menjadi pemimpin" puji Nuansha.
"Oh jadi anak muka cekung ini pemimpinnya?" ujar DF, yang langsung dihadiahi pelototan Fajar.
"Baiklah, aku ikut kau leader" ujar DF
"Eh!? Tapi kan kau yang lebih tua, bahkan kau juga anggota Kopassus" tolak Fajar.
"Yah walau begitu, tapi seniorku selalu bilang aku tak cocok jadi pemimpin. Tenang saja, aku akan mendampingimu" ujar DF, yang entah kenapa membuat Fajar, aku, Raihan, Enggar, Taufik, Febri, Agung, dan Galih tiba-tiba berdigik sambil menatap jijk DF (Anak cewek nggak ngerti LGBT, Choki apa lagi :v).
"Yah kalau begitu. Kita siap-siap dulu sebelum berangkat" saran Fitria.
"Betul juga tuh, ayo" ajak DF.


*     *     *     *     *


16.27 WIB.

Hampir semua dari kami sudah siap, tinggal menunggu Fitria, Nuansha, dan Anggi yang entah ngapain (Fitria: "Rahasia wanita"). Oh iya Anggi sudah cukup akrab dengan Fitria, Nuansha, Rika, Diaz, Najwa, dan Choki (ngapain dia disini!?). Enggar tadi menawarkan beberapa pack amunisi kepada DF, tapi dia menolak dengan alasan masih memiliki cukup amunisi untuk dia sendiri. Oh iya DF memakai senapan SS2-V4 dan sebuah handgun FN-57. Sedangkan Anggi menggunakan sebuah handgun P2-V1 dan sebuah sabit.
"Sudah belum?" tanya Enggar yang memegang M14-nya.
"Sudah sudah" sahut Fitria, Nuansha, dan Anggi bersamaan.
"Baiklah rencana dimulai. Galih dan Choki akan ke bus duluan, Ardhi, Enggar, dan Agung akan melindunginya. Kemudian saat Ardhi mengirimkan sinyal senter kearahku, maka kita semua akan berjalan bersama dengan membentuk lingkaran. Rika, Nuansha, Fitria, Diaz, Anggi, dan Najwa ditengah, sedangkan aku, Taufik, Raihan, DF, dan Febri melingkari para cewek. Mengerti?" tanya Fajar memastikan. Semuanya mengangguk.
"Baiklah ayo" bisik Fajar. Galih dan Choki dengan aku, Enggar, dan Agung keluar dari masjid, membuka gerbang dan keluar dari alun-alun. Seketika 6 zombie menyambut mereka.
"Tch" aku menghunus katana Adam dan memenggal 3 zombie, sedangkan Enggar menusukkan bayonetnya kearah kepala zombie dan Agung menusukkan pedang rapier-nya dan menendang zombie yang satu lagi.
"Ayo" bisik Enggar. Mereka terus mengendap-endap berjalan menuju bus yang terparkis disalah satu sisi jalan. 2 zombie berjalan kearah mereka. Aku dan Enggar menusukkan katana dan bayonet kearah zombie itu. Akhirnya kami sampai di bus. Galih dan Choki segera masuk, dan sesuai rencana, aku mengarahkan cahaya senter kearah Fajar. Fajar merespon sinyalku dan dengan berjalan membentuk lingkaran mereka semua berjalan kearah bus. Enggar membantunya dengan melempar beberapa petasan kearah sisi lain, sehingga zombie-zombie terpancing. Setelah sekian lama akhirnya mereka sampai dan segera masuk kedalam bus.
"Semua sudah masuk?" tanya Fajar. Kami semua mengangguk.
"Ayo jalan Galih!" sahut Fajar, dan Galih segera menyalakan mobil dan melaju meninggalkan tempat itu.
BRRRMMMMM.......!!!!!!
Beberapa kali bus menabrak zombie, sebelum akhirnya kami memasuki jalan yang bersih.
"Jar, kita akan kemana?" tanya Galih. Fajar hanya tersenyum.
"Kemana lagi, perlabuhan terdekat dari sini, Tanjung Priok" balas Fajar.
"Tapi aku tak tahu dimana itu" ujar Galih.
"Biar aku pandu, aku tahu jalannya dari sini" ujar DF yang segera maju kedepan.
Akhirnya kami meninggalkan alun-alun dan menuju ketempat yang belum satupun dari kami pernah kesana, Kepulauan Riau. Kami baru menyadari bahwa tadi bukanlah akhir dari perjalanan kami...

...tapi baru kami mulai.

TO BE CONTINUED

Thursday 28 April 2016

Z Junior Highschool Part 23


   Selamat Sore.

   Akhirnya UAS-nya sudah selesai. Tapi eiits, masih ada UN ternyata! Dan juga nggak nyangka bisa mencapai angka 1K lebih. Baiklah, tak usah banyak basa basi, ayo lanjut ke chapter selanjutnya!! Jreng Jreng Jreng!!!


   SELAMAT MEMBACA


 
   "Kalian jangan menghadap kesini, kalau tidak akan kutembaki kalian!" seru Fitria sambil menodongkan MP5-nya.

   Semua lelaki yang mendengarnya langsung berdigik dan terus menatap kedepan tanpa berani menengok kebelakang. Bahkan Enggar, Ardhika, Febri, dan Taufik yang diatap bus juga mendengarnya dan tak berani kembali kedalam.

   Baiklah singkat cerita, ternyata Nuansha hari ini sedang datang bulan. Karena untuk memakai pembalut hanya bisa didalam bus (kebetulan sekali Diaz ternyata membawa banyak pembalut ditasnya), jadi Nuansha memakainya dibelakang bus, sedangkan para cewek mengawasi agar tak ada yang mengintip Nuansha. Bahkan Choki yang hormon lelakinya hilang juga tak diperbolehkan.

   "Hey Fajar, kau kenapa?" tanya Raihan.

   "Ti-Tidak! A-Aku tak ber-berpikir untuk mengin-tip!" seru Fajar tiba-tiba.

   "Siapa juga yang menuduhmu akan mengintip? Dan lihat hidungmu yang penuh darah" ujar Raihan sweetdrop saat melihat mimisan Fajar yang mengucur deras. Fajar yang menyadarinya panik sambil membersihkan dan menumbat hidungnya dengan tisu.

   "Baiklah selesai" sahut Nuansha, sedangkan yang lain menghela napas lega.


   Sedangkan diatap bus.

   "BATS"

   "BATS"

   "BATS"

   "BATS"

   Enggar terus melepaskan tembakan kearah zombie yang ada didepan. Sepertinya dia tidak tahu dengan insiden pembalut Nuansha.

   "Enggar, apa kau nggak lelah?" tanya Ardhika.

   "Ini sih belum apa-apa" ujar Enggar yakin. Saat bus melintas dibawah jembatan, tiba-tiba ada zombie yang melompat dari jembatan dan jatuh tepat diatap bus.

   "Uwaaa..!! Tiba-tiba saja!" seru Taufik kaget. Zombie itu hanya menggeram.

   "Cuma satu saja kan" ujar Ardhika tenang sambil berjalan mendekati zombie itu. Zombie itu merespon dan segera mendekati Ardhika, tapi belum satu langkah zombie itu ambil kepalanya sudah terpenggal dan tubuhnya jatuh kejalan. Ardhika hanya mendengus sambil menatap katana-nya yang entah sejak kapan sudah dia hunuskan.

   "Ya jadi kotor" Ardhika mengeluarkan tisu dari sakunya dan membersihkan katana-nya dari darah dan gumpalan daging.

   "Cepatnya" ujar Febri. Febri memang tak bisa secepat itu mengingat senjatanya adalah sebuah kampak.

   "Mulai sekarang, kita harus hati-hati bila melintas dibawah jembatan" ujar Ardhika sambil menyarungkan kembali katana-nya. Sesaat kemudian, tiba-tiba 3 pesawat melintas dengan cepat.

   "WUUUUUUSSSSSHHHHHHH........!!!!!!!"

   "Uwaa!! Pesawat apa itu!?" ujar Febri kaget.

   "Sepertinya itu pesawat militer, mereka sedang patroli" ujar Enggar tanpa memalingkan wajahnya.

   "Benar juga, kenapa kita tidak minta bantuan pada mereka" usul Ardhi.

   "Kau bicara seperti itu saat pesawat itu sudah jauh?" sindir Enggar. Sedangkan Ardhi hanya kesal sendiri

   "Oh ya Ardhika, saat ledakan tadi aku menemukan sebuah pedang yang terpental" ujar Taufik mendadak.

   "Oh, pedang apa? Katana?" tanya Ardhika, sepertinya kesalnya sudah hilang.

   Taufik menggeleng "Bukan, nggak tau apa namanya. Ada ditasku kok" ujar Taufik.

   "Tas, memang muat?" tanya Febri.

   "Ya tidak sih, aku masukkan sebagian saja" ujar Taufik.

   "Coba aku ingin lihat" pinta Ardhika. Taufik mengangguk dan mereka berdua masuk kedalam bus.

   "Oh kalian, ada apa disana? Tadi aku mendengar suara keras diatas" tanya Najwa.

   "Tadi ada zombie melompat dari atas, Ardhika sudah membunuhnya" jawab Taufik. Kemudian mereka berdua kebelakang mengambil tas Taufik.

   "Nah ini dia" ujar Taufik sambil menunjukan sebilah pedang.

   "Eh!? Ini kan Rapier!" Ardhika terkejut saat melihat pedang itu.

   "Rapier? Apa itu" tanya Taufik bingung.

   "Pedang dari Eropa, ciri khasnya ramping, tajam, dan ada pelindung tangannya. Bukannya ini punya Ubadi?" ujar Ardhika masih terkejut.

   "Ubadi?" Taufik semakin bingung.

   Ardhika terdiam sesaat, menghela napas berat, kemudian berpaling ke Taufik "Simpan ini, atau beri saja ke Agung, dia kan tidak bersenjata" ujar Ardhika.

   "Oh baiklah, lagipula aku tak terlalu suka pedang ini" ujar Taufik sembari menuju kedepan tempat Agung berada, sedangkan Ardhi kembali keatap bus.

   "Pedang apa?" tanya Febri saat melihat Ardhika kembali.

   "Pedang Rapier, itu loh pedang Eropa yang ramping itu" jawab Ardhi. Tapi saat melintas dibawah jembatan, lagi-lagi ada zombie yang melompat kebawah. Kali ini ada 2.

   "Baiklah, ayo Febri!" seru Ardhi sambil menghunus katana-nya.

   "OK!" sahut Febri yang sudah bersiap dengan kampaknya.


.     .     .     .     .



   "Sebentar lagi kita akan sampai di gerbang tol Bintaro dan memasuki Kota Tanggerang. Bersiaplah mulai dari sekarang" sahut Fajar didalam bus. Saat ini semuanya ada didalam bus kecuali Enggar dan Ardhika yang ada diatap bus.

   "Agung, tolong ambilkan stok peluru Enggar" sahut Ardhi dari atas lewat pintu atas. Agung yang mendengarnya mengambilkan tidak hanya stok peluru, tapi juga tas Enggar. Oh ya ngomong-ngomong Agung menerima pedang Rapier yang diberi Taufik. Dan sepertinya dia senang karena dia akhirnya bisa membantu yang lain.

   "Aku baru sadar tongkatku sudah agak retak" ujar Diaz.

   "Kau bisa pakai ini" Nuansha memberi tongkat garpu taman ke Diaz.

   "Ah tak usah, nanti kau pakai apa? Tongkat ini masih bisa digunakan lagi kok, cuma retakan kecil" tolak Diaz, sedangkan Nuansha hanya tersenyum kecil. Raihan yang melihatnya menghampiri mereka berdua.

   "Diaz, kau bisa pakai ini kok" ujar Raihan sambil menujukkan ninjato Rangga.

   "Yah, aku lebih ahli memakai tongkat" ujar Diaz.

   "Kalau begitu..." Nuansha merampas ninjato-nya dan memberi tongkat garpu taman ke Diaz.

   "...kau pakai ini, sedangkan aku pakai ini" ujar Nuansha. Diaz dan Raihan yang melihatnya hanya diam sambil manggut-manggut.

   Semuanya sibuk bersiap diri. Bahkan Ardhika dan Fajar yang notabene petarung jarak dekat mengisi peluru disenapan mereka. Hanya Choki saja yang bukannya sibuk menyiapkan diri, dia tebar pesona kesana kemari.

   "Kita sudah sampai, bersiap untuk tabrakan dan alarm kencang" peringat Galih. Semua bersiap di kursinya saat lecepatan bus tiba-tiba meningkat. Sedangkan Ardhi dan Enggar yang diatas berpegangan pada sisi besi bus (itu loh, tempat mengikatkan tali bila menaruh barang diatas).

   "BRUK!"

   "NGGGGGIIIIIIIIIIIIIIIINNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGG..........................!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

   Suara alarma peringatan terdengar kepenjuru arah. Memang, karena bus yang mereka naiki menabrak palang pintu otomatis di gerbang tol (Karena kalau tidak menabraknya, siapa yang membukanya? Zombie?).

   "Galih, pertahankan kecepatanmu, tabrak zombie yang ada didepan" intruksi Fajar.

   Galih hanya mengangguk, didepan terpampang gerombolan zombie. Enggar bersiap dengan posisinya.

   "BRRRRMMMM....!!"

   "groo...ooo....uuu..."

   "BRUK! BRUK! BRUK! BRUK!"

   Zombie-zombie didepan yang tertabrak oleh bus terpental kemana-mana. Darah mulai memenuhi kaca depan, sehingga Galih membersihkan kaca depan dengan alat pembersih kaca.

   "Mengerikan..." desis Fitria. Hampir semua yang ada disana pucat pasi, hanya Fajar, Galih, dan Rika yang masih tenang-tenang aja. Setelah beberapa lama, akhirnya bus keluar dari gerombolan zombie itu.

   "Akhirnya, aku kira bus ini akan terbalik" ujar Raihan. Semua yang ada disana (kecuali 3 orang yang saya sebut tadi) menghela napas berat, mereka memang menahan napas saat tabrakan itu.

   "Rika, sayang kesini" panggil Fajar. Rika datang kekursi depan "Nah sekarang tolong beritahu jalan ke alun-alun" ujar Fajar.

   "Baiklah" Rika mulai memberi intruksi jalan kepada Galih. Memang hanya Rika yang tahu jelas jalan ke alun-alun. Memang beberapa orang seperti Fitria, Diaz, Taufik, dan Ardhi pernah kesana, tapi mereka lupa.

   "Akhirnya" ujar Ardhi yang saat itu bersama Enggar.

   "Eeh!? Sejak kapan kau disini!?" tanya Taufik terkejut.

   "Tabrakan itu membuat banyak darah bertebaran, jadi daripada kotor aku dan Ardhi masuk kedalam" jawab Enggar tenang. Sepertinya karena tegang, semuanya tidak menyadari bahwa Enggar dan Ardhi masuk kedalam bus.

   "Okelah" ujar Taufik.

   "Tapi tak terasa ya" ujar Diaz.

   "Ya, mungkin ini akhir dari perjuangan kita. Akhirnya aku akan bertemu orang tuaku" ujar Nuansha.

   "Akhirnya aku akan tidur panjang selama setahun" ujar Febri.

   "Mana mungkin, memang kau beruang" ujar Agung sambil memukul Febri, dan akhirnya mereka pukul-pukulan. Yang lain tidak memperdulikan mereka berdua, mereka malah tersenyum.

   Karena...

   Mereka akan pulang dari sekolah....


.     .     .     .     .



   Ardhika's PoV

   "Ini, tidak mungkin!"

   Kami semua terkejut, semua diam. Muka kami pucat pasi, begitu juga denganku. Rasanya jantungku berhenti berdetak.

   Alun-alun, Alun-Alun Kota Tanggerang yang sudah menjadi tujuan kami, tempat yang kami percaya disana ada orang tua kami, tempat harapan kami semua.

   Sepi.

   Hanya terpampang alun-alun yang luas tapi sepi. Sampah berserakan dimana-mana. Dan pagar kawat yang melingkari sisi alun-alun.

   Tanpa kami sadari, dibelakang 6 zombie mendatangi kami. Tapi aku tak memperdulikannya.


   Karena sia-sia saja sepertinya...




THE END

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*


Becanda kok :v :v :v. Belum selesai kok, tapi bagian satu sudah selesai. Dan akan dilanjutkan di bagian 2 yang paling lambat bulan Mei (lama amat). Soalnya author pengen fokus ujian nasional, belum ini, belum itu, belum pendaftaran sekolah.

Baiklah bye bye, see you, sayonara, sampai bertemu kembali :v


TERIMA KASIH TELAH MENGIKUTI CERITA INI DARI AWAL SAMPAI AKHIR (WALAU MASIH ADA LANJUTANNYA). DAN JUGA SAYA UCAPKAN BANYAK-BANYAK TERIMA KASIH ATAS KOMEN, SARAN, KRITIK, DAN JUGA VOTE-NYA.

Salam...


IKadekSyra



 

 

 

 





 
   

Sunday 24 April 2016

Z Junior Highschool Part 22


   Selamat Malam :v :v :v

   Besok UAS, gimana nih. Sering dimarahin karena main laptop aja sama orang tua, tapi gimana ya? Mumpung masih punya waktu, jadi saya melanjutkan menulis cerita gaje bin parah.

   Oke lanjut saja.



SELAMAT MEMBACA


   Sedangkan disisi lain...

   "Wah, petasanmu sangat membantu"

   Enggar yang mendengarnya hanya cengir sambil melemparkan beberapa petasan lagi disisi jalan.

   "DOR!! Kerrt..!! Krrttt....!! DAAR!!' (Suara petasan yang kecil-kecil itu lho :v).

   "Cepat maju, jangan berisik" bisik Taufik, sednagkan yang lain hanya menurut sambil berjalan melewati zombie yang terpancing petasan Enggar.

   "Tapi kita tak bisa begini terus, malam semakin larut" ujar Fitria.

   "Benar, tapi dimana kita singgah?" tanya Najwa.

   "Rika sudah ngantuk..." ujar Rika sambil mengucek matanya yang merah. Oh ya, wakizashi milik Niam diberikan kepada Rika. Hanya untuk jaga-jaga.

   "Tahan sebentar lagi Rika" bujuk Febri yang menggendong Agung. Yang lain terus berjalan sebelum Raihan menyuruh berhenti.

   "Berhenti! Lihat zombie didepan, banyak sekali. Bagaimana bisa kita lewat?" ujar Raihan.

   "Ya ampun" keluh Choki yang sudah putus asa (diakan nggak ngelakuin apa-apa).

   Yang lain termenung. Tiba-tiba Enggar nyengir.

   "Eh Enggar, ada apa?" tanya Ardhika yang melihat Enggar bertingkah aneh.

   "Kalau ditembaki satu-persatu repot bukan?" ujar Enggar sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Semua yang melihatnya terbelalak.

    "Jadi, lebih baik kita ledakan saja!" ujar Enggar bersemangat sambil memegang sebuah kembang api yang besar.

    "Dia sudah gila" ujar Diaz. Enggar menyulut sumbu kembang api diujungnya, kemudian mengarahkannya kekerumunan zombie didepan.

   "Oke, ayo Rock n roll!!" seru Enggar. Yang lain sudah menutup telinga. Beberapa saat kemudian, kembang api sudah menyala dan meluncur kearah kerumunan zombie.

   "Ctaaar.!!"

   "DAAAARRRR.....!!!!"

   "Indahnya~" ujar Rika terkagum-kagum saat melihat zombie-zombie berpentalan akibat kembang api itu.

   Tembakan kembang api berlangsung 8 kali, sebelum akhirnya habis.

   "Yah, sudah habis~" ujar Enggar kecewa.

   "Ya sih idemu lumayan meledakan mereka dengan kembang api. Tapi dari sekian banyak zombie didepan, yang mati cuma 3!" Enggar langsung mendapat 3 jitakan dari Najwa, Fitria, dan Diaz.

   "Hahahaha, berarti kita atasi dengan cara biasa lagi" ujar Ardhika sambil menghunus katana Adam. Katana-nya mungkin sudah meledak tadi di SPBU, jadi dia memakai katana Adam.

   "Hm, mungkin" ujar Enggar dengan kepala benjol sambil bersiap dengan M14 EBR-nya.

   "Eh, ada apa?" tanya Agung. Rupanya dia sudah tersadar dari pingsannya. Febri menurunkan Agung.

   "Kau tak apa-apa kan?" tanya Febri.

   "Ya, makasih" ujar Agung merona (?).

   "Ya, nggak apa-apa" ujar Febri tersenyum lembut.

   "Hah!? Boy x boy!" Ardhika menutup mulutnya, sedangkan yang lain hanya cengo.

   Febri dan Agung yang mendengarnya langsung menjauhkan diri "Bukan begitu goblok!!" bentak Febri.

   "Oh ya ada apa, dimana ini?" tanya Agung (ingat, dia tidak membawa katana-nya).

   "Nggak, kita cuma mau memulai pesta, iya kan?" tanya Enggar ke Ardhika dan Taufik, sebelum disambut dengan sebuah anggukan.

   "Baiklah, ayo!!"

   "DOR!"



.     .     .     .     .



   06.23 WIB.

   Fajar terbangun dari tidurnya. Matanya sedikit terbuka, kemudian dia menoleh kekanan dan kekiri. Oh ya dia ingat, dia dan Nuansha ada dirumah pohon, dan karena ledakan tadi membuat mereka berdua terpisah dari kelompok. Fajar yang sudah bangun sepenuhnya mencari Nuansha, yang ternyata ada disampingnya. Fajar terkejut. Apalagi kepala Nuansha bersandar dibahu Fajar, dan ditambah tangannya dan tangan Nuansha bersentuhan.

   "Eh" Fajar hampir terpekik. Mukanya merona lagi. Dia segera menarik tangannya dari tangan Nuansha, dan hampir bangkit kalau saja dia tidak ingat bahwa Nuansha bersandar dibahunya, dan jika dia bangkit akan membuat dia terbangun. Makanya dia menurungkan niatnya.

   "Ya ampun, kenapa aku terjebak disituasi seperti ini" keluh Fajar. Bisa terdengar dengkuran Nuansha yang halus dan teratur, dan napasnya tepat mengenail leher Fajar, membuat Fajar berdigik.

   "Bagaimana ini?" tanya Fajar entah pada siapa, apakah kepada kucing yang tidur dipojok rumah pohon. Fajar hanya pasrah sambil menunggu Nuansha bangun.

   "Eh, ehmm..." Nuansha terbangun dari tidurnya. Fajar yang melihatnya menghela napas lega.

   "Bagaimana tidurnya?" tanya Fajar tersenyum.

   Nuansha yang belum bangun sepenuhnya hanya menatap Fajar. Sesaat kemudian baru dia sadar bahwa jaraknya dengan Fajar sangat dekat, dan posisi tidur dia. Sontak Nuansha melompat menjauh dari Fajar.

   "Kau membuatku kesusahan, dengan tidurmu yang seperti itu" ujar Fajar. Sedangkan Nuansha hanya menunduk.

   "Maaf, selain itu... kapan kita berangkat lagi?" tanya Nuansha sambil memasukkan seragam Fajar tanpa sepengetahuannya kedalam tasnya.

   "Sekarang" jawab Fajar sambil mengambil Ithaca-nya dan tasnya kemudian melongok keluar. Terdapat 3 zombie tak jauh dari pohon, ditambah 6 zombie dikebun.

   "Wah, bakal sulit" ujar Fajar, sedangkan Nuansha ikut melongok keluar "Aku turun duluan, kemudian kamu nyusul" bisik Fajar, disambut anggukan Nuansha.

   Fajar mulai menuruni tangga pohon dengan kesiagaan tinggi. Rasanya menuruni tangga seperti menuruni gunung, terasa lama sekali. Sedangkan Nuansha melihatnya dengan ekspresi tegang.

   "tap"

   Fajar menapak tanah, untung zombie-zombie itu tidak menyadari keberadaan Fajar. Fajar memberi isyarat kepada Nuansha, dan Nuansha menuruni tangga. Tapi malang, saat sampai ditangga terakhir Nuansha terpeleset dan jatuh ketanah.

   "BUK!"

   Sontak zombie yang mendengarnya segera merespon dan mendatangi Fajar dan Nuansha dengan ganas.

   "DOR!"

   Satu zombie ambruk, Fajar melepaskan tembakannya.

   "Kalau begini tak bisa dihadapi satu persatu, Nuansha tetaplah dibelakangku" ujar Fajar sambil melepaskan tembakannya lagi.

   "DOR!"

   "DOR!"

   "DOR!"

   "DOR!"

   "Sial habis" keluh Fajar. Ithaca tidak memakai magazin, jadi Fajar harus memasukkan pelurunya satu persatu.

   "Cuma 5 doank!?" Fajar terkejut mengetahui jumlah amunisi dikantung celananya hanya ada lima. Tanpa pikir panjang Fajar segera mengisi kembali pelurunya. Tapi tanpa disadarinya, sesosok zombie mendatangi dirinya.

   "JLEB!"

   Belum selesai Fajar menyelesaikan keterkejutannya, dia melihat zombie didekatnya sudah mati. Dilihatnya, Nuansha menusuknya dengan garpu taman yang entah dimana dia dapatkan.

   "Terima kasih Nuansha, tanganmu yang satu lagi tidak apa-apa?" tanya Fajar sambil melepaskan tembakannya lagi.

   "Tidak apa-apa, sudah bisa digerakkan walau sedikit" ujar Nuansha sambil mengayunkan garpu taman kearah 2 zombie disampingnya.

   "Kalau begitu jangan dipaksakan" Fajar menyampingkan Ithaca-nya dan menghunus goloknya. Mereka berdua mati-matian bertahan, sebelum akhirnya Fajar dan Nuansha keluar dari rumah itu.

   "Fajar, kita pakai itu saja" usul Nuansha sambil menunjuk sebuah motor.

   "Ide bagus!" Fajar dan Nuansha segera berlari kearah motor itu sambil sesekali membunuh zombie yang menghalangi.

   "Nuansha, basmi zombie yang mendekati kita" ujar Fajar. Untung saja kunci motornya ada, tapi ada ditangan sebuah zombie. Fajar segera memotong kepala zombie itu dan mengambil kuncinya. Fajar kemudian menyalakan motornya.

   "BRMMM...!! BRRMM...!!"

   Zombie disekitar mereka merespon suara motor itu. Nuansha segera naik dan Fajar segera tancap gas dari sana.

   "Fajar, sepertinya bila kita memutar melewati hutan dan drainase itu, kita akan sampai dijalan tol Bitung" ujar Nuansha sambil mengayunkan garpu taman-nya kearah zombie yang mencoba mendekat.

   "Baiklah, ayo lebih cepat!"



.     .     .     .     .

   
  
   "Bagaimana? Sudah bisa?" tanya Choki.

   "Belum" jawab Galih.

   Ardhika, Enggar, Fitria, Raihan, Rika, Nuansha, Agung, Febri, Taufik, Diaz, Najwa, dan Choki saat ini sedang ada disisi jalan tol. Pada tengah malam, mereka menemukan bus yang tergeletak (tergeletak, lu kira apa thor!) disisi jalan. Karena sudah malam, jadi mereka memutuskan beristirahat disana. Kemudian keesokannya mereka hendak pergi dengan bus ini, tapi ternyata bus ini mogok. Makanya Galih sedang mencoba memperbaikinya dengan perkakas yang kebeulan ada didalam bus. Sedangkan Galih membetulkan bus, beberapa orang seperti Ardhika, Diaz, Taufik, dan Febri berjaga ditempat.

   "Akan berbahaya bila kita akan disini lebih lama" ujar Ardhika sambil menghunuskan katana-nya kekepala zombie.

   "Tunggu sebentar lagi" ujar Galih yang kembali berkutat dengan mesin. 

   Oh ya ngomong-ngomong, Agung telah menceritakan sebab kenapa SPBU terbakar tiba-tiba. Katanya itu karena dia, Febri dan Fitria yang menjadi saksinya. Dia mempunyai sebuah yang orang-orang sebut sebagai anugrah tuhan, kinesis. Singkatnya Agung memiliki kemampuan Pyrokinesis (kemampuan mengendalikan api). Menurut orang tuanya, dia sudah terlahir dengan kemampuan itu, dan itulah sebabnya dulu dia dan keluarganya diusir dari tempat asalnya, Cirebon. Semuanya mendengar cerita Agung dengan seksama. 

   "Zombie-nya tidak terlalu banyak hari ini" ujar Taufik.

   "Walau begitu kita harus tetap waspada dan jangan lengah" ujar Enggar dari pintu kecil atas bus dengan teropongnya.

   "Ya nggak apa-apa kamu ngomong kayak gitu, tapi bisakah kau turun sekarang. Bahuku pegal" keluh Raihan. Rupanya Enggar bisa muncul dari pintu itu karena ditopang oleh Raihan, dan tampaknya Rihan sudah tidak kuat lagi.

   "Hah, dasar lemah" ejek Enggar. Dia lalu menaiki atap bus dengan kepala Raihan sebagai pijakannya. Enggar akhirnya berhasil naik keatas atap, sedangkan Raihan hanya protes sambil mengeluarakan sejumlah kata-kata mutiara (?).

   "Apa masih lama?" tanya Diaz yang sudah menyelesaikan zombie didepannya.

   "Sebentar" ujar Galih sambil meraba-raba disekitarnya.

   "Aduh, dimana kunci inggris-nya?" tanya Galih.

   Rika yang kebetulan berada didekatnya mengambilkan sebuah kunci inggris didekat kakinya.

   "Ini kak" ujar Rika sambil memberikan kunci inggris kepada tangan Galih.

   "Oh, makasih Rika" ujar Galih, dia tahu Rika yang memberinya dari suaranya.

   Sedangkan dibus...

   "Ya ampun, persediaan makanan disini hampir habis" keluh Fitria.

   "Aku juga cuma bisa 'menyelamatkan' snak-ku" ujar Najwa.

   "Apa kita akan 'merampok' lagi?" tanya Choki yang sudah berada didalam mobil. Untungnya dia sempat membawa kotak P3K-nya.

   "Mungkin, tapi disepanjang jalan tol ini tidak ada minimarket lagi" ujar Raihan sambil membersihkan bekas pijakan sepatu Enggar dibajunya.

   "Ya ampun" keluh mereka semua.

   "Aku mau pipis dulu" ujar Agung sambil melompat keluar dari bus.

   "Oh ya, cadangan pembalutnya kau bawa tidak?" tanya Najwa tiba-tiba.

   "Ya ampun, aku lupa membawanya!" pekik Fitria.

   "Bagaimana ini~" mereka berdua pundung dipojokan, sedangkan Choki dan Raihan hanya melihatnya dengan tatapan cengo.

   "Baiklah selesai!" ujar Galih sembari bangkit dan membereskan perkakasnya.

   "Untung saja ada kak Galih" lega Diaz.

   "Oh Choki, tolong ambilkan senapanku" ujar Enggar dari atasnya saat tahu bahwa bus-nya sudah diperbaiki.

   "Yang mana?" tanya Choki.

   "Yang itu" ujar Enggar melongok kedalam sambil menunjuk M14-EBR-nya. Choki mengambil dan memberinya kepada Enggar.

   "Woi, gua juga mau ikut" ujar Taufik saat melihat Enggar diatas.

   "Aku juga" sahut Febri dan Ardhika bersamaan. Mereka bertiga naik dengan melompat menggapai atapnya dan berpijak pada kursi disampingnya. Mereka tak mengalami kesulitan karena tubuh mereka tinggi, tidak seperti Enggar (ditembak beruntun oleh Enggar).

   "Semua sudah naik?" tanya Galih yang sudah ada dikursi sopir.

   "Sudah!" sahut semuanya.

   "Baiklah" Galih menyalakan mesin. Ingat Galih bisa menyalakan mobil tanpa kunci.

   Dan pada saat bersamaan, Enggar merasakan sesuatu yang cepat menuju kemari. Dia dengan cepat bergegas kebelakang dan menggunakan teropong-nya.

   "Tunggu sebentar!" seru Enggar, sehingga terdengar sampai dibawah.

   "Ada apa?" tanya Taufik.

   "Lihatlah kesana" ujar Enggar sambil menunjuk kebelakang jalan. Sontak semuanya melihat kearah sana. Kecuali Rika, karena dia sibuk dengan game Snake Xenzia.

   "Itu..."

   Terpampang 300 meter dari bus, sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi, dan 2 orang yang menaikinya. Semua sontak terkejut dengan 2 orang itu.

   "...Fajar dan Nuansha!!" pekik semuanya.

   Fajar dan Nuansha menaiki motor yang terus melaju dengan cepat. 

   "Jar, hati-hati!" seru Nuansha. Saking cepatnya, dia memeluk pinggang Fajar karena takut jatuh.

   "Hah!? Aku tak dengar!?" seru Fajar. Tentu saja itu disengaja.

   Tiba-tiba sebuah kembang api meluncur tepat diatas bus. Fajar dan Nuansha melihatnya.

   "Si Enggar" ujar Fajar "Itu kelompok kita" lanjutnya sambil menurunkan kecepatan motornya.

   "Benarkah?" tanya Nuansha. Fajar tidak menjawab sambil fokus pada motornya.

   "Syukurlah mereka berdua selamat" ujar Najwa.

   Motor Fajar dan Nuansha akhirnya tiba didekat bus. Terdapat 3 zombie didekatnya. Fajar menebasnya dengan golok sedangkan Nuansha menghempaskan 2 zombie dengan garpu tamannya.

   Raihan langsung bergegas membuka pintu bus dibelakang. "Cepat masuk!"

   Fajar dan Nuansha segera masuk kedalam. Tapi saat Nuansha masuk kedalam bus, zombie diluar tiba-tiba menarik bajunya. Sontak semua yang ada didalam panik.

   "DOR!"

   Nuansha yang menutup mata, mengira dia akan mati, membuka matanya saat mendengar suara tembakan. Dilihatnya Fajar dengan Ithaca-nya yang moncongnya berasap. Rupanya dia menembak zombie yang menarik Nuansha. 

   "Terima kasih Fajar" Nuansha segera bangkit dan menendang bangkai zombie dipintu bus. Raihan segera menutup pintu bus.

   "Jalan Galih!" seru Fitria. Dan tanpa diulangi lagi Galih menginjak gas, bus melaju dengan cepat.

   "Choki, dimana Choki!?" tanya Fajar.

   "Disini, ada apa?" tanyannya.

   "Tolong obati lengan Nuansha. Jangan khawatir ini bukan gigitan, tapi terluka karena benda tajam saat ledakan tadi" ujar Fajar. Choki langsung mendekati Nuansha, membuka balutan dasi dan tisu pada lukanya dna memeriksanya.

   "Ya kau benar, ini bukan luka gigitan" Choki dengan sigap langsung membersihkan lukanya dan mengobati lengan Nuansha.

   "Oh ya ngomong-ngomong, kenapa kau hanya memakai kaos saja?" tanya Fitria menyelidik. Sontak Fajar dan Nuansha memerah mukanya.

   "Bukan apa-apa" ujar Fajar.

   "Penolakan yang tegas" ujar Diaz yang entah sejak kapan sudah memakai ikat kepala bertuliskan 'Detektif'.

   "Mencurigakan...mencurigakan!" ujar Najwa yang sama seperti Diaz.

   "Jangan-jangan...." ucapan Fitria terputus.

   "SEKS TERLARANG!!" pekik mereka bertiga, bahkan Choki yang sudah selesai mengobati Nuansha ikut-ikutan.

   "Bukan begitu geblek!!" seru Fajar dan Nuansha.

   "Mereka kompak sekali!" pekik mereka berempat.

   Sedangkan diatap bus, Ardhika dan Febri mendengar ribut-ribut dibawah.

   "Ada apa disana?" tanya Febri.

   "Meneketehe" jawab Ardhika seenak jidat.

   Dan akhirnya kelompok mereka bergabung kembali dan melanjutkan perjalanan.


   Dan juga sudah memasuki hari kelima



TO BE CONTINUED

   

   

   

   

Tuesday 19 April 2016

Z Junior Highschool (Part 21).


   Selamat malam dan selamat hujan-hujanan!! Brrrr...!! :v

   Nggak yakin bisa selesai malam ini, tapi biarkan saja~ aku tak mengapa~ (eh kok malah nyanyi). Oh ya, sudut pandangnya berubah, bukan sebagai Ardhika lagi.

   Oke lanjut saja.


  
SELAMAT MEMBACA


   "DUUUUUAAAAAAAAAAARRRRGGGHHHHHHHH..............!!!!!!!!!!!!!!!!!"

   Suara ledakan terdengar kearah penjuru arah, kemudian disusul oleh ledakan kedua yang disebabkan oleh bus yang terbakar.

   "DUUUAAAAAAAAARRRRRGGGHHHH...........!!!!!!!!!!!!"

   Angin hasil ledakan dan getaran yang ditimbulkan membuat kami sempat terpental beberapa meter. Bahkan Fitria, Najwa, Choki, dan Niam terjatuh. Beberapa benda seperti besi dll telempar oleh ledakan dan jatuh kepenjuru arah.

   "Awas!" peringat Febri yang masih mengendong Agung yang masih pingsan.

   "BRUK" "BRUK" "BRUK" "BRUK"

   Suara benda yang berjatuhan dimana-mana terdengar. Semuanya berusaha menghindar dari bahaya. Tapi sayang, karena terlambat menyelamatkan diri, Niam terhantam sebuah benda yang sepertinya komponen mesin bus dikepalanya. Niam tewas seketika.

   "Niam!" pekik Diaz. Semuanya terkejut. Ardhika dan Raihan menghampiri jasad Niam.

   "Dia langsung tewas. Mengerikan" ujar Raihan "Maaf, terima kasih atas bantuanmu selama ini" ujar Ardhika sambil mengambil tas dan senjata Niam, kemudian memberi hormat kepada jasad Niam. Raihan melakukan hal yang sama.

   "Kalian berdua, awas!" peringat Choki saat benda-benda dari ledakan mulai berjatuhan lagi.

   Ardhika dan Raihan segera menyingkir dari sana, dan mereka ber-tigabelas lari dari sana.

   "Sepertinya sudah aman" ujar Fitria.

   "Bau apa ini?" tanya Enggar sambil menutup hidungnya.

   "Bau ini....bau bensin" ujar Najwa. Ardhika tampak bingung, dia mencari Ubadi yang baru dikenalnya. Tapi dia tidak menemuinya.

   "Oh iya, kakak Fajar sama kakak Nuansha mana?" tanya Rika yang menyadari tidak ada Fajar dan Nuansha. Semua yang mendengar perkataan Rika juga menyadarinya.

   "Benar juga, jangan-jangan mereka..." terka Galih.

   "Tadi sekilas aku lihat mereka berdua ada disisi lain SPBU, jika mereka melarikan diri dari ledakan itu, mereka pasti menuju kearah hutan itu" ujar Raihan sambil menunjuk hutan diluar jalan tol.

   "groo...oo...uu..."

   Semuanya memasang mode siaga. Karena ledakan itu, semua zombie diarea ini terpancing kearah SPBU.

   "Bagaimana ini?" tanya Diaz.

   "Tak ada pilihan lain, kita terobos paksa. Malam juga semakin larut" ujar Taufik.

   "Tapi kak Nuansha dan kak Fajar..." ujar Rika hampir terisak. Fitria menenangkannya.

   "Tak usah khawatir" ujar Taufik ikut menenangkan Rika "Bila mereka berdua selamat, pasti mereka akan menuju kearah yang sama. Nanti kita akan bertemu kembali di tol Bitung ya"

   Rika sedikit terisak sebelum akhirnya mengangguk.

   "Baiklah, ayo!!"


.     .     .     .     .  


   Disebuah hutan, tak jauh dari ledakan. 2 orang tergeletak ditanah dengan 1 orang tak jauh dari mereka berdua. Mereka adalah Fajar, Nuansha, dan pemimpin perampok yang tadi mereka lawan.

   "Ukh...dimana..." sepertinya Fajar tersadar dari pingsannya. Pertama dia melihat kesekelilingnya, pandangannya menangkap sosok Nuansha disampingnya dan pemimpin perampok yang tak jauh dari mereka.

   "Apa yang terjadi?" Fajar mengingat-ingat. Kemudian dia ingat, dia bertarung dengan pemimpin perampok, Nuansha yang menyelamatkannya, dan SPBU yang tiba-tiba terbakar dan meledak.

   "Sssh...sakitnya....."

   Fajar menengok kearah suara. Nuansha sudah tersadar dari pingsannya.

   "Uh...Oh Fajar, apa yang terjadi?" tanya Nuansha saat melihat Fajar.

   "Kau melupakannya?" Fajar balik bertanya.

   Nuansha tampak berpikir, sebelum akhirnya mengingat apa yang terjadi tadi.

   "Oh iya, kita tadi berlari dari ledakan SPBU itu! Dan juga pemimpin perampok itu...." Nuansha melihat kearah sosok pemimpin itu, begitu juga Fajar.

   Fajar mendatangi tubuh itu. Untung dia hanya sakit ditubuh saja dan beberapa luka kecil. Dia mencoba membangunkannya. Keadaan pemimpin perampok itu sangat acak-acakan, dikepalanya terdapat luka seperti terkena benturan. Fajar yang tak mendapat respon memeriksa denyut nadinya.

   "Dia sudah meninggal" ujar Fajar datar tanpa menoleh. Sedangkan Nuansha menutup mulutnya tak percaya. Dalam 2 hari ini dia selalu melihat kematian orang, tentu saja membuat dia terguncang.

   "Ayo pergi, kita susul yang lain" ujar Fajar sambil meraih Ithaca-nya yang terlepas dari bahunya. Nuansha hanya menurut dan mencoba berdiri dengan bantuan kedua tangan, tapi tiba-tiba dia meringis kesakitan.

   "Adaaaw..!! Ish...sakitnya!" keluh Nuansha.

   "Ada apa?" tanya Fajar mendengar ringisan Nuansha.

   Nuansha kaget mendengar Fajar "Eh...anu...tanganku cuma terkilir mungkin..."

   Fajar menghampiri Nuansha "Mana, coba ku..." ucapan Fajar terputus saat melihat lengan Nuansha. Lengannya banyak mengeluarkan darah, mungkin terkena apa saat terpental saat ledakan terjadi.

   "Hey! Kau nggak nyadar lenganmu terluka!?" ujar Fajar panik.

   Nuansha yang mendengarnya langsunng mengarahkan pandangannya kelengannya. Matanya terbelalak.

   "Ah iya, pantas sakit dan perih ya, hahahahaha" ujar Nuansha sambil tertawa untuk mencairkan suasana, tapi Fajar tidak menanggapinya. Dia mengambil tisu dari tasnya dan melapisi luka Nuansha dengan tisu untuk menghentikan pendarahannya (dia nggak bawa betadine). Kemudian untuk mengeratkannya, dia melepas dasinya dan mengikat dilengan Nuansha sebagai pelapis tisu.

   "Dah, semoga ini bisa membantu. Nanti saat kita bertemu semuanya, mintalah Choki untuk memeriksanya" ujar Fajar "Ayo, kau masih bisa jalan kan?" tanyanya.

   Nuansha mencoba berdiri dengan bantuan Fajar "Masih kok" jawabnya, dia hendak mengambil PINDAD SS2 Assault Riffle-nya, tapi ternyata senapan itu sudah hancur, mungkin karena terbanting. Mereka hendak kembali ke SPBU tapi diurungkan saat melihat kobaran api yang membakar seluruh area SPBU, bahkan sampai kesekitarnya.

   "Ini buruk. Fajar, bagaimana kita lewat?" tanya Nuansha.

   "Kita lewat jalan lain" ujar Fajar. Tapi baru selangkah mereka berjalan, terdengar suara yang mencekam dan membekukan darah.

   "groo...oouu...uu...."

   Fajar dan Nuansha memasang mode siaga. Fajar menyalakan senter karena dihutan sangat gelap. Terpampanglah zombie berjumlah 10-15 mengarah kearah mereka berdua.

   "Kita harus lari" ujar Fajar. Mereka berdua berlari, menyusuri hutan dengan bermodalkan sebuah senter.

   "Fajar. aku melihat sekumpulan cahaya. Sepertinya disana adalah perumahan penduduk" ujar Nuansha.

   "Kerja bagus" Fajar dan Nuansha segera berlari kearah sana. Alasan kenapa Fajar memilih pergi kesana karena mereka berdua harus keluar dari hutan yang cukup berbahaya dan gelap. Dan disana walaupun resiko bertemu zombienya lebih besar, tapi lebih mudah karena penerangan yang membantu mereka (mungkin masih ada yang ingat insiden padamnya listrik diplaza. Itu hanya terjadi dikawasan Balaraja). Juga ada kemungkinan disana ada jalan untuk kembali ke jalan tol.

   Fajar dan Nuansha akhirnya keluar dari hutan, mereka memasuki kawasan kebun. Rupanya mereka sampai di halaman belakang sebuah rumah. Fajar melihat ada sebuah rumah pohon di sebuah pohon besar.

   "Nuansha, kita akan naik kesana. Ada rumah pohon disana" ujar Fajar, yang disambut anggukan Nuansha. Mereka menuju kesana.

   "Kau duluan" ujar Fajar sesampainya disana. Nuansha menaiki tangga dengan sedikit hati-hati, karena dia hanya menggunakan satu tangan. Sesampainya Nuansha diatas, Fajar hendak naik, tapi tiba-tiba dari arah kebun 2 zombie melintas. Tapi untungnya zombie itu berjalan lurus kehutan, sepertinya kearah sumber ledakan. Karena ledakan di SPBU, pasti zombie disekitar SPBU terpancing kesana. Fajar akhirnya sampai diatas.

   "Akhirnya!" ujar Fajar, kemudian duudk sambil merenggangkan tubuhnya.

   "Jar, sampai kapan kita disini?" tanya Nuansha.

   Fajar menoleh "Sampai esok pagi. terlalu berbahaya berjalan saat malam begini. Tidurlah dahulu" jawab Fajar. Nuansha hanya mengangguk, kemudian mengeluarkan snak dari tasnya.

   "Makan dulu, walaupun tidak membuatmu kenyang, tapi tak apa untuk mengisi perut" ujar Nuansha. Sedangkan Fajar yang melihatnya hanya cengo. Disaat mereka dirampok, masih sempatnya dia memasukkan snak dan cemilan kedalam tasnya. Mereka berdua makan bersama-sama, walau Fajar hanya makan 5 suap, sisanya Nuansha (ebusyet rakus amat nih cewek :v).

   "Baiklah, sekarang lebih baik kau tidur" ujar Fajar.

   "Kamu sendiri?" tanya Nuansha.

   "Aku akan berjaga sebentar, kemudian baru tidur" jawab Fajar. Nuansha hanya menurut dan berangkat tidur.

   Detik, menit, dan jam berlalu. Fajar belum juga merasa ngantuk.

   "Ya ampun, dinginnya" keluh Fajar.

   "Ya, dingin sekali malam ini"

   Fajar terkejut, dia menengok kebelakang. Nuansha membalas tatapannya dengan senyum.

   "Kau belum tidur?" tanya Fajar.

   "Habis gimana, dingin seperti ini, brrrr..." ujar Nuansha sambil meringkuk. Menyesal saat diplaza dia tidak membawa jaket.

   Tiba-tiba Nuansha merasa ada yang menyelimutinya. Saat Nuansha melihatnya, ternyata adalah seragam Fajar. Fajar sendiri sekarang hanya memakai kaos oblong yang sudah dipakai sebelum memakai seragam.

   "Nggak terlalu membantu sih, tapi aku cuma membantu" ujar Fajar tanpa menatap Nuansha, sednagkan Nuansha yang melihatnya hanya tertawa kecil.

   "Nggak apa-apa, lagi pula bukannya kau sendiri nambah kedinginan?" tanya Nuansha khawatir.

   "Aku? Nggak usah khawatir, aku malah merasa panas sekarang" ujar Fajar. Ya panas, karena kini dia sadar dia bersama Nuansha hanya berdua. Sekarang mereka berdua berdempetan untuk menghangatkan diri sambil bersandar pada dinding rumah pohon, membuat muka Fajar semakin panas.

   "Ne, Fajar..." panggil Nuansha.

   "Apa?" jawab Fajar.

   "Dari sekolah kau belum mandi sama sekali?" tanya Nuansha.

   Jleb! Terasa ada pisau tak terlihat menusuk hati Fajar. Mukanya langsung merah padam.

   "Ya-iya..." jawab Fajar gugup.

   "Hahahaha! Kau lucu sekali!" ujar Nuansha sambil tertawa. Sadar Nuansha hanya menggoda dirinya, Fajar hanya mengepalkan tangannya.

   "Sudah, cepat tidur"


TO BE CONTINUED